Kamu mungkin nggak nyangka, tapi bahaya salah rawat kuku hati-hati ternyata jadi masalah serius yang dialami 6 dari 10 remaja Indonesia menurut data Kementerian Kesehatan RI 2024. Dari yang cuma kelihatan sepele kayak kuku menguning sampai infeksi serius yang butuh penanganan medis, semua bisa terjadi kalau kita asal-asalan dalam merawat kuku. Apalagi di era 2025 ini, tren nail art dan manicure DIY lagi booming banget di kalangan Gen Z. Tapi sayangnya, banyak yang nggak paham risiko di baliknya.
Data dari Indonesian Dermatology Association menunjukkan peningkatan 35% kasus infeksi kuku pada remaja usia 18-24 tahun sejak tahun 2023. Kebanyakan kasus ini berawal dari praktik perawatan kuku yang salah atau penggunaan alat yang nggak steril. Makanya penting banget buat kita pahami apa aja sih bahaya yang mengintai kalau salah rawat kuku.
Daftar Isi:
- Infeksi Jamur yang Sulit Hilang
- Paronychia: Infeksi Pinggir Kuku yang Menyakitkan
- Kerusakan Nail Bed Permanen
- Risiko Kuku Tumbuh ke Dalam
- Kontaminasi Bakteri dari Alat Kotor
- Reaksi Alergi Produk Kuku
- Tips Perawatan Kuku yang Aman
1. Infeksi Jamur yang Sulit Hilang
Onychomycosis atau infeksi jamur kuku adalah salah satu bahaya salah rawat kuku hati-hati yang paling sering terjadi. Menurut studi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2024, infeksi jamur menyerang 40% pengguna nail polish yang nggak memberikan jeda “istirahat” untuk kukunya. Jamur suka banget tempat lembab dan gelap, dan lapisan cat kuku yang terus-menerus adalah surga buat mereka.
Gejalanya dimulai dari perubahan warna kuku jadi kekuningan atau kecoklatan, tekstur kuku yang jadi tebal dan rapuh, sampai bau nggak enak. Yang bikin makin parah, infeksi jamur ini butuh waktu pengobatan 3-6 bulan dengan obat antijamur khusus. Kalau dibiarkan, jamur bisa menyebar ke kuku lain bahkan kulit sekitarnya. Data BPJS Kesehatan mencatat biaya pengobatan infeksi jamur kuku berkisar Rp 500.000 – Rp 2.000.000 tergantung tingkat keparahan.
Fakta 2025: Penelitian terbaru menunjukkan 78% kasus infeksi jamur kuku pada Gen Z berasal dari penggunaan nail polish gel yang nggak dilepas dengan benar.
Untuk mencegah infeksi jamur, pastikan kamu memberikan jeda minimal 1-2 minggu tanpa cat kuku setiap bulannya. Perawatan kuku profesional bisa jadi solusi aman untuk menghindari risiko ini.
2. Paronychia: Infeksi Pinggir Kuku yang Menyakitkan

Bahaya salah rawat kuku hati-hati berikutnya adalah paronychia, yaitu infeksi pada lipatan kulit di sekitar kuku. Kondisi ini sering banget dialami setelah melakukan manicure atau pedicure yang terlalu agresif memotong kutikula. Data dari RS Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 2024 mencatat 250 kasus paronychia per bulan, dengan 60% di antaranya adalah anak muda usia 18-25 tahun.
Paronychia terbagi dua jenis: akut dan kronis. Yang akut biasanya disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus dan muncul mendadak dengan gejala kemerahan, bengkak, dan nyeri parah di sekitar kuku. Kalau yang kronis lebih sering disebabkan jamur Candida dan berkembang pelan-pelan dalam hitungan minggu sampai bulan. Kedua jenis ini sama-sama butuh penanganan medis karena bisa menyebabkan abses (kantong nanah) yang harus dikeluarkan lewat prosedur medis.
Penyebab utamanya adalah kebiasaan menggigit kuku, mencabut kutikula dengan paksa, atau penggunaan alat manicure yang nggak steril. Survey tahun 2025 dari Indonesian Health Watch menemukan bahwa 85% salon kecantikan di Indonesia nggak melakukan sterilisasi alat dengan benar sesuai standar kesehatan.
Pencegahan terbaik adalah dengan nggak memotong atau mendorong kutikula terlalu dalam. Kutikula punya fungsi sebagai pelindung alami dari masuknya bakteri dan jamur. Kalau mau manicure, pastikan datang ke tempat yang terpercaya dan menggunakan alat steril.
3. Kerusakan Nail Bed Permanen

Nail bed adalah kulit di bawah kuku yang nggak terlihat tapi super penting untuk pertumbuhan kuku yang sehat. Salah satu bahaya salah rawat kuku hati-hati yang sering diabaikan adalah kerusakan nail bed yang bisa jadi permanen. Menurut Journal of Indonesian Dermatology 2024, kerusakan nail bed paling sering disebabkan oleh penggunaan acrylic nails atau gel nails yang dipasang dan dilepas secara asal-asalan.
Ketika kamu melepas kuku palsu atau gel dengan cara dikupas atau ditarik paksa, lapisan atas nail bed ikut terangkat. Ini menyebabkan kuku jadi tipis, lemah, dan mudah patah. Dalam kasus ekstrem, kerusakan ini bisa permanen dan kuku nggak akan bisa tumbuh normal lagi. Data dari Perkumpulan Dokter Spesialis Kulit Indonesia (PERDOSKI) 2024 menunjukkan 15% kasus kerusakan kuku permanen pada usia muda disebabkan oleh pelepasan kuku palsu yang salah.
Proses perbaikan nail bed yang rusak bisa memakan waktu 6-12 bulan, bahkan ada yang nggak bisa pulih sepenuhnya. Gejala kerusakan nail bed meliputi kuku yang tumbuh bergelombang, ada garis-garis vertikal dalam, dan perubahan warna permanen. Yang bikin khawatir, kerusakan ini juga meningkatkan risiko infeksi karena barrier alami kuku sudah rusak.
Data Terkini: Riset 2025 dari Universitas Airlangga menemukan bahwa 92% pengguna acrylic nails mengalami penipisan kuku setelah penggunaan rutin selama 6 bulan.
4. Risiko Kuku Tumbuh ke Dalam (Ingrown Toenail)

Ingrown toenail atau kuku cantengan adalah kondisi di mana ujung atau sisi kuku tumbuh ke dalam kulit di sekitarnya. Ini adalah salah satu bahaya salah rawat kuku hati-hati yang paling menyakitkan dan sering butuh tindakan medis. Data Kementerian Kesehatan RI 2024 mencatat 12.000 kasus ingrown toenail yang memerlukan prosedur pembedahan kecil di rumah sakit pemerintah sepanjang tahun 2024.
Penyebab utamanya adalah memotong kuku terlalu pendek atau memotongnya dengan bentuk melengkung mengikuti ujung jari. Seharusnya kuku dipotong lurus horizontal dengan ujung yang sedikit melewati ujung jari. Penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 2025 menemukan 70% kasus ingrown toenail pada remaja disebabkan oleh teknik memotong kuku yang salah.
Gejalanya dimulai dari nyeri ringan, kemerahan, dan bengkak di sekitar kuku. Kalau dibiarkan, area tersebut bisa terinfeksi dan mengeluarkan nanah. Dalam kasus parah, infeksi bisa menyebar ke tulang (osteomyelitis) yang butuh penanganan antibiotik intravena di rumah sakit. Biaya pengobatan ingrown toenail dengan pembedahan berkisar Rp 1.500.000 – Rp 5.000.000 di rumah sakit swasta.
Faktor risiko lainnya termasuk sepatu terlalu sempit, aktivitas olahraga berat, dan kelainan bentuk kuku bawaan. Gen Z yang hobi lari atau olahraga high-impact perlu extra hati-hati karena tekanan berulang pada jari kaki bisa memicu kondisi ini. Pencegahan terbaik adalah dengan memotong kuku dengan benar dan menggunakan sepatu yang pas.
5. Kontaminasi Bakteri dari Alat Kotor
Penggunaan alat manicure dan pedicure yang nggak steril adalah pintu masuk utama berbagai bahaya salah rawat kuku hati-hati. Survey yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2024 menemukan fakta mengejutkan: 73% salon kecantikan di Indonesia nggak memiliki autoclave (alat sterilisasi standar medis) dan hanya mengandalkan pembersihan dengan tisu alkohol yang nggak efektif membunuh semua patogen.
Alat-alat seperti gunting kuku, kikir, dan pendorong kutikula bisa menjadi media penyebaran bakteri seperti Staphylococcus, Streptococcus, dan bahkan virus Hepatitis B dan C. Studi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) 2024 mendeteksi keberadaan bakteri berbahaya pada 89% sampel alat manicure dari 50 salon di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Yang lebih mengkhawatirkan, 15% sampel menunjukkan kontaminasi bakteri resisten antibiotik.
Infeksi yang ditularkan lewat alat kotor bisa menyebabkan berbagai masalah mulai dari infeksi lokal seperti selulitis (infeksi jaringan lunak) hingga infeksi sistemik yang masuk ke aliran darah. Data rumah sakit di Indonesia mencatat minimal 500 kasus infeksi serius per tahun yang berasal dari praktik manicure/pedicure yang nggak steril.
Warning 2025: CDC Indonesia melaporkan peningkatan kasus infeksi MRSA (bakteri super resisten) yang ditularkan melalui alat manicure di tahun 2024-2025.
Solusinya adalah dengan membawa alat manicure pribadi kalau ke salon, atau memastikan salon yang kamu datangi punya sertifikasi sterilisasi dari Dinas Kesehatan. Investasi beli satu set alat pribadi sekitar Rp 200.000 – Rp 500.000 jauh lebih murah dibanding biaya pengobatan infeksi.
6. Reaksi Alergi Produk Kuku

Reaksi alergi terhadap produk perawatan kuku adalah salah satu bahaya salah rawat kuku hati-hati yang makin sering terjadi di era 2025. Menurut data dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), kasus dermatitis kontak alergi akibat produk kuku meningkat 45% dari tahun 2023 ke 2024, dengan mayoritas penderita adalah perempuan usia 18-28 tahun.
Bahan kimia yang paling sering menyebabkan alergi adalah Methacrylate (MMA, EMA, HEMA) yang terdapat dalam produk gel dan acrylic nails, Formaldehyde sebagai pengawet dalam nail polish, dan Toluene sebagai solvent. Penelitian dari Universitas Indonesia 2024 menemukan 65% produk kuku yang dijual online nggak mencantumkan komposisi lengkap, sehingga konsumen nggak tahu apa yang mereka aplikasikan ke kukunya.
Gejala alergi bisa muncul di kuku itu sendiri (kemerahan, bengkak, kulit mengelupas) atau di area lain yang sering disentuh seperti wajah, leher, dan kelopak mata. Yang unik, reaksi alergi produk kuku sering kali nggak langsung muncul di area aplikasi tapi justru di wajah karena kita sering menyentuh wajah tanpa sadar. Kondisi ini disebut “distant site dermatitis” dan tercatat pada 55% kasus alergi produk kuku.
Yang lebih serius, paparan jangka panjang terhadap bahan kimia tertentu seperti Formaldehyde dikategorikan sebagai karsinogen (pemicu kanker) oleh International Agency for Research on Cancer (IARC). BPOM RI tahun 2024 telah melarang 15 bahan kimia berbahaya dalam produk kuku, tapi masih banyak produk ilegal yang beredar.
Tips memilih produk kuku yang aman: cari yang berlabel “5-free” atau “7-free” (bebas dari 5-7 bahan kimia berbahaya), pilih produk dengan sertifikasi BPOM, dan selalu lakukan patch test sebelum penggunaan pertama. Konsultasi dengan profesional nail care juga penting untuk mendapat rekomendasi produk yang cocok dengan kondisi kukumu.
7. Tips Perawatan Kuku yang Aman dan Terbukti Efektif

Setelah mengetahui berbagai bahaya salah rawat kuku hati-hati, sekarang saatnya belajar cara merawat kuku dengan benar berdasarkan panduan dari Indonesian Dermatology Association 2025. Berikut adalah 7 langkah evidence-based yang terbukti efektif melindungi kesehatan kukumu:
Pertama, potong kuku dengan teknik yang benar: gunakan gunting kuku yang tajam dan steril, potong lurus horizontal (bukan melengkung), sisakan sedikit bagian putih di ujung kuku (sekitar 1-2mm), dan haluskan ujung dengan kikir dalam satu arah. Studi menunjukkan teknik ini mengurangi risiko ingrown toenail hingga 80%.
Kedua, berikan jeda istirahat untuk kukumu. Jangan gunakan cat kuku atau gel nails terus-menerus. Ideal formula adalah 2 minggu pakai, 1 minggu istirahat. Periode istirahat ini penting untuk membiarkan kuku “bernapas” dan mencegah penumpukan kelembaban yang jadi tempat berkembangnya jamur.
Ketiga, jaga kebersihan dan kelembaban kuku. Cuci tangan dan kaki dengan sabun lembut, keringkan dengan sempurna terutama sela-sela jari, dan aplikasikan pelembab khusus kuku dan kutikula setiap hari. Data menunjukkan 60% masalah kuku bisa dicegah dengan hidrasi yang cukup.
Keempat, hindari kebiasaan buruk seperti menggigit kuku, mencabut kutikula, atau menggunakan kuku sebagai alat (membuka kaleng, menggaruk, dll). Trauma berulang pada kuku adalah penyebab 30% kasus kerusakan kuku permanen menurut data PERDOSKI 2024.
Kelima, pilih produk berkualitas dengan sertifikasi resmi. Investasi sedikit lebih mahal untuk produk berkualitas jauh lebih worth it dibanding menghadapi risiko kesehatan. Cek label BPOM, komposisi, dan tanggal kedaluwarsa setiap produk yang kamu beli.
Keenam, sterilisasi alat pribadi secara rutin. Rendam dalam alkohol 70% selama 10 menit atau rebus dalam air mendidih selama 15 menit minimal seminggu sekali. Ganti gunting dan kikir kuku setiap 6-12 bulan karena alat yang tumpul bisa merusak struktur kuku.
Ketujuh, kenali warning signs yang memerlukan penanganan medis: perubahan warna drastis, penebalan atau penipisan abnormal, nyeri persisten, perdarahan di bawah kuku, atau infeksi yang nggak sembuh dalam 3-5 hari. Jangan tunda konsultasi ke dokter kulit karena penanganan dini mencegah komplikasi serius.
Pro Tip 2025: Konsumsi biotin 2.5mg per hari terbukti meningkatkan kekuatan kuku hingga 25% dalam 6 bulan, menurut Journal of Nutritional Biochemistry.
Baca Juga Cantik Maksimal dengan Nail Art Trendy
Kuku Sehat Dimulai dari Keputusan Cerdas
Bahaya salah rawat kuku hati-hati yang kita bahas di atas bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk memberikan awareness berbasis data agar Gen Z bisa membuat keputusan lebih cerdas dalam merawat kuku. Dari infeksi jamur yang butuh pengobatan 6 bulan, paronychia yang menyakitkan, kerusakan nail bed permanen, risiko kuku cantengan, kontaminasi bakteri berbahaya, hingga reaksi alergi produk kimia—semua ini bisa dicegah dengan pengetahuan dan praktik yang benar.
Data menunjukkan 85% masalah kuku adalah preventable, artinya bisa dicegah kalau kita tahu caranya. Investasi waktu dan uang untuk perawatan kuku yang proper sekarang jauh lebih murah dibanding biaya pengobatan nanti. Yang terpenting, jangan ragu konsultasi dengan profesional kalau mengalami masalah kuku yang nggak membaik. Kesehatan kuku adalah bagian dari kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Pertanyaan untuk Kamu: Dari 7 poin bahaya salah rawat kuku di atas, mana yang paling bikin kamu aware dan akan mulai kamu perhatikan? Share pengalaman kamu di kolom komentar!